Tuesday, January 6, 2015

Ki Bahu Rekso (Joko Bahu)



Berawal dari kisah kerajaan Mataram islam yang dipimpin oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, adalah Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.
Di sisi lain Ki Ageng Cempaluk yang merupakan mantan prajurit mataram yang kemudian mengasingklan diri di daerah Kasisian (Pengasingan) atau yang sekarang lebih di kenal dengan sebutan daerah Kesesi memerintahkan anaknya yang bernama Joko Bahu utuk mengapdikan diri kepada kerajaan Mataram.
Konon kesaktian Ki Ageng Cempaluk sudah lama terdenar oleh kerajaan Mataram, sehingga Joko Bahu di terima di Kerajaan Mataram. Namun bukan berarti Joko Bahu tidak di uji. Dalam ketentuan kerajaan bahwa tiap prajurit yang akan mengapdikan diri pada Kerajaan harus melalui beberapa tahap ujian.
Pendadaran tahap pertama yang diberikan Sultan Agung adalah: membendung kali Sambong, karena setiap musim kemarau selalu saja sawah-sawah rakyat disepanjang aliran sungai itu sering mengalami kekeringan. Dengan membendung kali sambong di Kabupaten Batang diharapkan air dapat naik dan mengairi sawah-sawah disekitar tempat itu, sehingga hasil panen akan meningkat. Hal itu adalah salah satu kebijakan raja mataram untuk meningkatkan kemakmuran negerinya di bidang pertanian.
Sedang Kali sambong sendiri terkenal angker, dan sudah beberapa kali di lakukan pembendungan namun selalu mengalami kegagalan. Joko Bahu berangkat untuk membendung kali sambong, dengan perbolehkan membawa beberapa orang prajurit. Setelah pembendungan dimulai sedikit demi sedikit, ditengah berlangsungnya proyek pembendungan terjadilah keanehan-keanehan. Setiap pagi ketika para prajurit hendak melanjutkan pekerjaan mereka yang belum selesai, mereka mendapati tanggul yang mereka kerjakan kemarin telah rontok dan rusak kembali.
Kejadian itu terus berulang-ulang sampai tiga hari berturut-turut. Tentu saja hal itu membuat Joko Bahu menjadi bingung bukan kepalang. Hingga akhirnya Joko Bahu melakukan tapa brata dan bertemu dengan siluman yang menunggui kali itu. Konon siluman itu adalah welut putih, hingga terjadi tawar-menawar kepentingan antara kedua belah pihak. Namun tak ada mendapat kata sepakat alias buntu. Maka terjadilah perkelahian sengit antara dua belah pihak dan di menangkan Joko Bahu.Keberhasilan Joko Bahu menjalankan pendadaran tahap pertama ini di sambut gembira oleh Sultan Agung.
Pendadaran tahap kedua yakni membuka lahan baru di tepi pantai utara sebelah Kabupaten Batang, yakni alas GAMBIRAN (gambaran) letaknya disekitar jembatan Anim dan desa Sorogenen, Waktu itu alas gambiran adalah alas yang sering dihindari oleh para rombongan pedagang yang melakukan pejalan jauh karena keadaannya yang angker dan tak tersentuh. Para rombongan pedagang yang melakukan pejalan jauh lebih memilih lewat daerah sebelah selatan yang lebih aman.
Karena konon setiap orang yang masuk kehutan gambiran pasti dia hanya akan berputar-putar didalamnya dan tak pernah bisa kembali keluar lagi dengan selamat. Begitupun yang di alami para prajuritnya Joko Bahu yang memasuki hutan itu dan mereka tak kembali lagi. Mereka hanya berputar-putar tak tentu.
Kemudian al-kisah Joko Bahu melakukan tapa brata yaitu tapa ngidang atau meniru sifat kidang. Akan tetapi Joko Bahu tetap tak mampu untuk mengalahkan raja siluman penunggu hutan itu. maka dengan sigap Joko Bahu segera pulang ke padepokan kesesi untuk mengadukan hal tersebut pada ki ageng cempaluk. Atas saran Ki Ageng Cempaluk, Joko Bahu di sarankan untuk melakukan "Tapa Ngalong" tapa brata yang menirukan posisi Kalong, yaitu dengan tidur kaki dengan menggantung di pohon tiap siang selama 40 hari.
Dalam pertapaannya diceritakan bahwa Joko Bahu digoda dan diganggu Dewi Lanjar beserta para prajurit siluman yang merupakan pengikutnya. Namun semua godaan Dewi Lanjar beserta para pengikutnya dapat dikalahkan bahkan tunduk kepada Joko Bahu.
Setelah empat puluh hari berlalu, seselesailah tapa-ngalongnya, singkat cerita Joko Bahu dapat mengalahkan raja siluman itu dan bisa melanjutkan menebang kayu-kayu di daerah tersebut tanpa ada satu hambatanpun sampai selesai dan dapat pulang ke mataram dengan membawa hasil.
Sultan Agung gembira dengan pencapaian yang di lakukan oleh Joko Bahu. Setelah Joko Bahu kembali ke Mataram, Sultan Agung langsung menganugrahkan gelar Adipati dengan julukan KI-JOKO BAHU dan sekaligus di tempatkan sebagai bupati kendal.
Sultan Agung kemudian mengirim Joko Bahu yang telah menjadi bupati Kendal untuk menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622 dan berhasil menyelesaikan misi tersebut dengan baik. Akan tetapi cerita tak berakhir sampai di situ karena masih ada tugas yang terbengkalai, yaitu pendadaran tahap ke tiga. Maka belumlah sempurna Joko Bahu menjadi prajurit Mataram kalau belum menjalankan tugas ketiga. Ia di tugaskan untuk melamarkan seorang putri cantik dari Kali Salak yang bernama Nyi Rantang Sari.
Singkat cerita Nyi Rantang Sari yang hendak dipersembahkan Sultan Agung justru jatuh cinta pada Joko Bahu dan tak mau dibawa untuk di persembahkan ke Mataram. Maka timbulah inisiatif dari Joko Bahu untuk mengganti dengan seorang putri yang tak kalah cantiknya yaitu Endang Kalibeluk, seorang putri anak penjual srabi di desa Kali Beluk (sampai sekarang Kali Beluk terkenal dengan kue Surabi/Srabi)
Akan tetapi sungguh sial, setelah disandingkan dengan Sultan Agung Endang Kalibeluk tak kuasa menahan luapan kegembiraannya dan akhirnya dia mengaku kalau dirinya bukan Rantang Sari yang dimaksud Sultan Agung. Hal ini tentu membuat Sultan marah besar. Dia merasa telah di tipu oleh Joko Bahu. Hingga Sultan memutuskan untuk meringkus Joko Bahu dan akan di jatuhi hukuman mati.
Akan tetapi keputusan untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Joko Bahu, dapat di cegah oleh patih Singaranu dan dia menyarankan agar Sultan mengganti dengan tugas pendadaran ketigannya dengan tugas yang sangat berat agar Joko Bahu terbunuh dengan sendirinya.
Maka Sultan Agung menugaskan Joko Bahu tugas yang sangat berat yaitu menyerang Belanda di Batavia (Jaya Karta) sekarang menjadi kota Jakarta. Singkat cerita berangkatlah Joko Bahu menyiapkan armada perang menuju Batavia (Jaya Karta). Dia memilih melewati jalur laut, atas saran Ki Cempaluk sebap jalan darat konon senjata pusaka apapun akan hilang tuah atau kesaktiannya jika melintasi kali Ci-Pamali Brebes. Joko Bahu mempersiapkan tentaranya di sebuah desa yang bernama Ketandan daerah Wiradesa "wira" artinya prajurit , "desa" itu kampung jadi Wira-Desa adalah perkampungan prajurit dari situlah Joko Bahu bertolak ke Batavia (Jaya Karta). pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Joko Bahu tiba di Batavia.
Di Batavia (Jaya Karta) konon pasukannya dikumpulkan di sebuah daerah yang sekarang bernama Matraman yang artinya mataram-man dan membendung sungai ciliwung hingga Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal terserang kolera. Akan tetapi Belanda tak kehabisan akal mereka membakar lumbung-lumbung makanan tentara mataram sehingga mereka kehabisan perbekalan dan Joko Bahu menderita kekalahan.Kekalahan itu membuat Joko Bahu tak berani pulang ke Kadipaten Kendal dia memilih mendirikan kraton ke Kadipatenan yang letaknya di sebelah selatan Wiradesa tepatnya yang sekarang bernama desa Kadipaten (yang artinya di situ pernah akan di jadikan kadipaten).

JOGO TONGGO (GOTONG ROYONG SAK LAWASE)

Pada kesempatan kali ini kita akan sedikit membahas program Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam menangani Covid-19, yaitu p...