Pekalongan adalah salah satu kota kecil yang ada di pesisir
pantai utara Jawa. Tapi siapa sangka jika kota kecil ini adalah salah satu kota
tua yang ada di Jawa?! Inilah ulasan singkat Hasil wawancara Kabag Humas Kab.
Pekalongan pada Al-Habib M. Lutfi bin Yahya di Kayu Geritan.
Pekalongan bukan kota baru, Pekalongan adalah kota tua.
Dapat dikatakan Pekalongan termasuk kota tertua di Jawa. Di Jawa ada tiga kota
tua; Jeporo, Pekalongan dahulu lebih dikenal Plelen atau Alasroban. Plelen (Alasroban)
itu mulai dari pantai utara Pekalongan sampai Weleri. Alasroban itu bukan
berarti hanya Waleri Banyu Putih dari Subah sampai pantai. Banyak sejarah yang
mengungkapkan atau membuktikan bahwa Pekalongan adalah salah satu Kota Tua di
tanah Jawa. Diantaranya banyak peninggalan sejarah baik dalam bentuk makam
ataupun benda lain. Bahkan di perkirakan Pekalongan sudah ada jauh sebelum
zaman wali 9.
Kita ambil mulai dari Syekh Jamaludin Husen. dahulu Beliau
dengan rombongannya berlabuh melalui Pasai. Beliau kelahiran dari Indo-Cina,
daerah Kamboja, Vietnam dan sekitarnya. Ibu beliau dari Champa ayah beliau
Ahmad Syah Jalal adalah kelahiran India dan ayah Syah Jalal adalah menantu raja
India Naser Abad. Ahmad Syah Jalal menikah dengan putri raja Champa. Putri
Champa itu melahirkan Syekh Jamaludin Husen.dari Jamaludin Husen beliau
mempunyai anak 11. Itulah kakek dari wali 9. Perjalanan Syekh Jamaludin dengan
para ulama yang dari Timur Tengah. Ada juga yang dari Maroko. Maka rombongan
tersebut ada yang menyebut al Maghrobi-al maghrobi. Rombongan tersebut yang
pertemuannya Dipasai langsung menuju Jawa, tepatnya Semarang.
Dari Semarang meneruskan perjalannya ke Trowulan-Mojokerto.
Karena akhlaknya dan budi pekertinya yang baik beliau sangat di hormati di Maja
Pahit. Meskipun beda agama pada waktu itu, beliau mendapat beberapa sebidang
tanah dari Gajah Mada. Terutama membuat sebuah padepokan pendidikan yang mana
santri beliau itu tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.
Selain itu juga karena sangat popular maka disbut syekh Jumadil Kubro.
Rombongan beliau berpencar dalm menjalankan tugasnya masing-masing. Yang
terbanyak di Jawa Timur, Jawa Tengah, sebagian kecil ke Jawa Barat. Dan
makam-makam beliau dinamakan almaghrobi-al maghrobi. Kalau makam almaghrobi itu
banyak sekali, pantas, karena orangnya bukan satu tapi banyak.
Rombongan kedua dipimpin oleh dua tokoh.yang pertama Malik
Ibrohim dan Sayid Ibrohim Asmoro qondi atau Pandito Ratu. Ketika itu, rombongan
Malik Abdul Ghofur yang juga merupakan kakak Malik Ibrohim yang disebut juga
Almaghrobi-almaghrobi. Rombongan ini lebih banyak dari sebelumnya. Malik
Ibrohim itu cucu dari Syekh Jumadil Kubro. Rombongan ini juga berpencar, dan
diantara robongan-rombongan tersebut ada yang ke Pekalongan sekitar 25 al
Maghrobi. Makam beliau juga terpencar-terpencaer dengan nama Maulana Maghrobi.
Diantaranya Prabu Siliwangi memanggil beliau itu kakek
(pernahnya).Jadi Maulan Maghrobi itu lebih tua dari Prabu Siliwangi. Diantara
anggota rombongan ada yang wafat satu orang. Yang wafat ini dimakamkan di
pesisir Semarang. Juga dikenal dengan Syekh Jumadil Kubro. Lokasinya dekat Kali
Gawe. Dan ada juga yang wafat di Pekalongan, namanya yang pertama Syarifudin
Abdullah, Hasan alwi al Quthbi. Beliau bersama rombongannya tinggal di dareh
Blado Wonobodro. Terus yang dua orang lagi Ahmad al Maghrobi dan Ibrohim
Almaghrobi tingal di daerah Bismo. Tiga tokoh tersebut dimakamkan di Bismo dan
Wonobodro. Yang di Bismo membangun masjid di Bismo yang di Wonobodro membangun
masjid di Wonobodro. Terus yang disetono Abdul Rahman dan Abd Aziz Almaghrobi.
Diantaranya lagi Syekh Abdullah Almaghrobi Rogoselo, Sayidi
Muhammad Abdussalam Kigede Penatas angina. Jadi Almaghrobi tersebut empat
generasi; generasi Jamaludin al Husen, generasi Ibrohim Asmoroqondi dan
generasi Malik Ibrohim dan generasi Sunan Ampel. Termasuk yang dimakam kan di
Paninggaran, daerah Sawangan; Wali Tanduran. Beliau itu termasuk generasi kedua
walaupun bukan golongan al Maghrobi. Beliau sangat gigih dalam syi’ar Islam di Paninggaran. Kalau
dalam bahasa Sunda Paninggaran itu berarti cemburu.
Di Pekalongan ini masih terpengaruh, sebagian Jawa Barat dan
sebagian Jawa Timur. Karena perbatasan Mangkang itu wilayah Majapahit terus
kebarat ikut Pajajaran kuno. Pekalongan sendiri terpengaruh bahasa-bahasa sunda
seperti ada nama tempat, Cikoneng Cibeo di daerah sragi.
Kalau kita melihat pertumbuhan islam pada waktu itu yang
dibawa oleh beliau-beliau belum al Magrobi-Almaghrobi. Yang 25 tersebut
sebagian dimakamkan di Wonobodro, sebelum wali 9 yang masyhur itu, seperti
Sunan Ampel, Sunan Giri Sunan, Kali Jogo dll, itu sudah ada wali sembilan
seperti lembaga wali Sembilan jamannya Sunan Ampel itu. Lembaga wali Sembilan
itu seperti Wali Abdal, Wali Abdal itu ada 7. Wafat satu akan ada yang
menggantikannya, wafat satu ganti, wafat satu ganti dan seterusnya. Jumlahnya
tidak lepas dari 7. Nah wali 9 pun demikian. Termasuk Kigede Penatas Angin itu wali
9, yang Wonobodro juga bagian dari wali Sembilan, tentunya generasi sebelum
wali Sembilan yang masyhur itu.
Ki Gede Penatas Angin adalah yang mempertahankan Pekalongan
dari serangan Portugis. Pada waktu wali 9 dijaman Sunan Gunung Jati diantaranya
sudah ada yang masuk ke Pekalongan. Juga yang namanya Kiyai Gede Gambiran di
pesisir pantai. Tapi karena terkena erosi sekarang Gambiran sendiri sudah tidak
ada. Ada lagi Sayid Husen didaerah Medono dikenal makam Dowo Syarif Husen,
beliau itu juga hidup dijaman wali 9. Diantara tahun 1590 an, sebelim masuk
pejajahan Belanda.
Pekalongan walaupun tidak banyak disebut dalam sejarah Demak
tapi dekat hubungannya dengan kerajaan Demak. Pekalongan tahun1900 lebih
seadikit pelabuhannya didaerah Loji daerah hilir. Makanya didaerah sekitar
nama-nama desanya seperti Bugis; Bugisan, Sampang; Sampangan, itu diantaranya.
Pekalongan pada waktu itu sudah mulai maju. Dalam pendidikan agama, ekonomi dan
lain s sebagainya. Di Dieng dan daerah sekitarnya ada beberapa Candi. Itu menunjukkna
kultur di Pekalongan sudah maju. Di daerah Reban sampai Blado itu pernah
ditemukan situs air langga. Itu semua menunjukan kalau Pekalongan sudah tua,
hanya kita belum menemukan bukti secara kongritnya. Pekalongan pada waktu itu
sudah maju, diantara buktinya pada jaman Sultan Agung Pekalongan pada waktu itu
sudah mendapat kepercayaan menjadi tempat lumbung-lumbung padi atau beras.
Dan diantara tokoh-tokoh yang berperan pada waktu itu, di
adalah tokoh yang di makamkan di Sapuro, yaitu Ki Gede Mangku Bumi sayang
makamnya sudah rusak. Jaman almarhum Pak Setiono saya masih sempat meminta
untuk menulis tentang tokoh itu. Beliau meninggal pada tahun 1517 Masehi,
makamnya di Sapuro belakang masjid. Ada lagi walaupun aslinya dari Bupati
Pasuruan Raden Husen Among Negoro, beliau meninggal tahun 1665 dimakamkan di
belakang masjid Sapuro. Beliau adalah Putra Tejo Guguh, Putra bupati
Kayu-Gersik ke dua. Beliau ini yang menurunkan bupati Pekalongan yang pertama.
Pada waktu itu penduduk sudah ramai disusul dengan beberapa tokoh yang lain
seperti Ki Hasan Sempalo atau Kyai Ahmad Kosasi adalah menantu beliau.
Bupati Pekalongan yang namanya Adipati Tanja Ningrat
meninggal tahun 1127 H. Dimakamkan di Sapuro juga sejaman dengan Jayeng Rono
Wiroto putra Amung Negoro. Kiyai Gede Hasan Sempalo. Dan di Noyontaan (Jl. Dr.
Wahidin) ada Kiyai Gede Noyontoko hingga desa tersebut disebut Noyontaan,
sebabwaktu tokoh yang membuka adalah Ki Gede Noyontoko. makamnya di dalam
Kanzus Sholawat. Dulu di belakang rumahnya Pak Teko meninggal tahun 1660 M. dan
banyak lagi seperti Wali Rahman di Noyontaan, dulu di Tikungan jl toba atau di
depan pabrik Tiga Dara sekarang makam nya sudah hilang.
Sesudah pekalongan mulai rame datang pula tokoh-tokoh yang
popular datang dari Hadramaut Yaman beliau adalah Habib Abubakar bin Toha.
Habib Abu Bakar lahir didaerah Tarim namanya daerah Gorot. Makanya kayu geritan
itu berasal dari kata Gorot. Sekitar abad 17 sebelum masuk Indonesia beliau
berdakwah di India, Malaysia, Malaka, Pasai lalu Kalimantan. Beliau pernah
tinggal di sebuah desa namanya Angsana daerah Kalimantan Selatan dan masuk ke
Surabaya menuju ke Jogja. Beliau dikenal sebagai tokoh pendamai; baliaulah yang
menyatukan menyelesaikan sengketa-sengketa. Beliau sangat tinggim ilmunya dan
sangat di segani. Beliau mendapatkan gelar Penembahan Tejo Hadi Kusumo. Setelah
itu beliau masuk di Pekalongan tinggal di daerah Karang Anyar.
Habib Abu bakar masuk daerah ini karena urutanya dekat
dengan Ki Hasan Cempalo, beliau mendirikan padepokan. Kiyai Bukhori salah
seorang tokoh pernah menceritakan kalau dijaman nabi beliau seperti sahabat
nabi, maksudnya kedudukan kewaliaanya sangat tinggi beliau termasuk golongan
Bin Yahya. Pertamakali masuk ke daerah wonopringgo. Guru beliau banyak sekali
diantaranya pengarang kitab Nashoih Addiniyah; al Habib Abdullah bin Alwi al
Hadad. Dan murid Habib Alwi Al Hadad di Indonesia banyak sekali.
Habib Abu Bakar meninggal tahun 1130. Gurunya adalah paman
dan ayahnya sendiri yang sangat popular kewaliannya dan banyak lagi guru-guru
yang lain. Dan murid-murid beliau di Pekalongan dan luar Pekalongan banyak
sekali. Termasuk kakennya Kyai Nurul Anam dimakamkan di Kayu Geritan juga.
Daerah dakwahnya terpencar. selain mengajarkan ilmu agama juga ilmu yang
lainnya seperti ilmu kelautan dan ilmu-ilmu lainnya. Beliau dan kakaknya;
bertiga, Sayid Abdurahman, Sayid Abu Bakar dan sayyid Muhammad Qadhi.
Sayyid Abdurahman di Cirebon dan Sayyid Muhammad Qodli di
Semarang Terboyo. Beliau mendapat gelar banyak selain sunan Qodli juga gelar Ki
Gede Semarang. Beliau; Syekh Abu Bakar bin Toha juga sangat gigih memimpin
dalam melawan Belanda. Ketiga kakak-adik tersebut hampir sama dalam pola
dakwahnya, dan juga sama-sama sangat gigih dalam melawan Belanda. Selain makam
beliau di Kayu Geritan juga ada makam kasepuhan lainnya, diantaranya Qodli Shon’a, juga dua pamenang atau
prajurit dari Mataram.
Lalu kakenya dan ayahnya Nurul Anam dan tokoh ke bawah Kiyai
Utsman, Kiyai Asy’ari Karang
Anyar. Beliau itu juga dimakam kan di Kayu geritan. Kalau kiyai utsman sebelah
barat Kiyai Asy’ari sebelah
timur. Tokoh-tokoh dahulu yang ziarah ke Kayu Geritan ini adalah tokoh-tokoh
yang top semuanya. Habib Hasyim selain sering ziarah ke makam Habib Abu Bakar
bin Thoha ini, juga sumbernya sejarah makam ini. Selain sumbernya dari beliau,
saya juga mengambil dari beberapa kitab diantaranya kitab punya Sayyid bin
Tohir Mufti Johor Malaysia. namanya Alatho’if,
dan buku-buku atau kitab-kitab silsilah. Jadi ada bukti sejarahnya dan jelas
kita tidak ngawur dalam hal ini.
(Hasil wawancara Kabag Humas Kab. Pekalongan pada Al-Habib
M. Lutfi bin Yahya di Kayu Geritan/nzr/ts/hly.net)