Tuesday, April 21, 2020

MEMERANGI COVID-19 DI TINGKAT DESA


     


     1.Yang mudik/ yang dari luar kota (ODP) isolasi mandiri atau lapor RT/RW/Kelurahan

Siapa yang bertanggung jawab dengan hal ini, sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat kedisplinan masyarakat kita masih tergolong rendah. 14 hari adalah waktu yang lama, ketika orang melakukan isolasi mandiri dirumah ia juga pasti akan merasa bosa apa lagi harus dikamar sepanjang waktu. Mengatasi kebosanannya pasti ia akan berhubungan dengan anggota keluarga yang lain, walau hanya sebatas ngobrol (sudah keluar jalur dari kata isolasi). Kemudian anggota keluarga juga akan melakukan kegiatan diluar (belanja, kerja, dll) karena beranggapan tidak ada masalah. Apa satu keluarga tersebut harus mengisolasi mereka juga?

2. Lapor RT/RW/Kelurahan

Lapor RT/RW/Kelurahan hanya diperuntukkan bagi yang sakit atau untuk semuanya? Ketika sakitpun apakah kita akan langsung lapor? Saya kira belum tentu juga, disini kita menekankan peran aktif perangkat Desa dalam penanganan COVID-19. Perangkat Desa harus lebih aktif dalam kontroling dan memiliki data akurat tentang warga yang baru keluar kota, pantau aktivitas mereka yang baru keluar kota. Dengan melakukan monitoring baik sekema Online atau kunjungan langsung kerumah warga ODP. Penekanan ini penting, demi memutus mata rantai penyebaran Virus.

2. Efisiensi Anggaran Desa

Banyak anggaran kita keluarkan untuk melakukan penyemprotan Disinfektan di setiap kampung atau desa, yang kita tidak tahu sebenarnya apa yang kita semprot. Virus itu bukan nyamuk atau serangga yang terlihat dan bisa loncat sana loncat sini. Kiranya lebih efektif penyemprotan atau monitoring? Bisa kita renungkan bersama

3. Pembatasan Warga Asing (Orang Luar Wilayah)

Pembatasan ini sangat diperlukan, menanamkan kecurigaan kepada orang lain saat ini menjadi penting sehingga kita bisa lebih menjaga diri dan melakukan pengamanan dengan alat pelindung diri (APD) seperti masker, menyediakan tempat cuci tangan di halaman rumah dll.  Pembatasan jam bertamu dan larangan tamu menginap supaya sistem kontroling kemanan desa tetap berjalan.

4. Pelaksanaan Peribadatan

Pelarangan peribadatan berjamaah perlu diterapkan dengan catatan bahwa daerah tersebut (Desa, Kecamatan, Kota/Kabupaten) adalah wilayah Zona Merahsesuai dengan hasil Bahtsul Masail (Bahtsul Masail yang diselenggarakan pada hari Kamis 30 Rajab 1441 H /25 Maret 2020 M ini diikuti sejumlah kiai di jajaran Syuriyah PWNU Jateng, di antaranya KH Ubaidullah Shodaqoh (Rais), KH A'wani (Wakil Rais), KH Sya'roni Fahrurrozi (Katib) , KHM Munif A Muchit (Wakil katib), dan seluruh pengurus LBM PWNU Jateng.

Sumber: 
https://www.nu.or.id/post/read/118287/rais-nu-jateng--umat-islam-di-zona-hijau-darurat-corona--wajib-jumatan-- ) . Penting rasanya kita memahami wilayah Zona agar peribadatan tetap berjalan. Pelaksanaan peribadatan juga harus jelas sesuai SOP (membawa sajadah sendiri-sendiri (peribadatan muslim), jamaah adalah orang sekitar yang tidak pernah bepergian luar kota dalam kurun waktu yang ditentukan, jamaah dalam kondisi sehat, cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum memasuki area peribadatan).

No comments:

Post a Comment

JOGO TONGGO (GOTONG ROYONG SAK LAWASE)

Pada kesempatan kali ini kita akan sedikit membahas program Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam menangani Covid-19, yaitu p...