SRI SUMARAH DAN
BAWUK
SINOPSIS
Sri
Sumarah bercerita tentang seorang perempuan yang menjadi istri seorang guru
yang dipanggil bu guru pijit karena dia punya keahlian memijit. Dia bernama
asli Sri sumarah yang memiliki arti pasrah. Dia terbiasa pasrah menjalani hidup
sejak kecil. Dia selalu di didik dengan cara jawa oleh neneknya, dia di ajarkan
untuk selalu patuh terhadap suaminya apapun perintahnya. Dia di ibaratkan
sebagai Subadra isrri arjuna yang paling
setia dan selalu sabar meskipun suaminya menikah berkali-kali dengan perempuan
lain. Hal ini pun sedikit banyak harus pula di alami Sri ketika suaminya di
anjurkan oleh camat untuk menikah lagi bahkan pak camat pun telah menyiapkan
calonnya.
Sri
Sumarah mengisahkan jiwa seorang Jawa yang tumbuh dalam suatu lingkungan
kebudayaan Jawa, menghadapi berbagai tantangan dan perubahan jaman, dengan
lukisan-lukisan alam perasaan dan alam perkembangan sastra Indonesia. Nama
tokoh ini berarti Sri yang menyerah, terserah, atau pasrah. Sikap ini diajarkan
oleh neneknya dan ingin diajarkannya pada anaknya pula. Sikap sumarah
diterjemahkan Sri sebagai kepasrahan ketika dijodohkan neneknya dengan Mas
Marto, suaminya. Juga ketika ditinggal mati suaminya, ketika harus berjuang membesarkan
Tun anaknya dan mendapatinya hamil di luar nikah, dan juga ketika menghadapi
kematian Yos menantunya yang dibunuh dan Tun ditahan di penjara sebab terlibat
gerakan PKI.
Setelah peristiwa tragedi Yos dan Tun
itu, Sri lah yang mengurus Ginuk, cucu satunya-satunya. Sikap sumarah tetap
dijalankannya. Sikap itu mengiringinya selama berusaha memenuhi hidup. Ia
memilih menjadi tukang pijit. Memijit dipilihnya sebagai pekerjaan setelah
mendapat wisik saat bertirakat. Sejak itu ia memulai perjalanan hidup baru
dengan modal memijit. Pekerjaan memijit Sri dinilai bagus oleh masyarakat. Oleh
karena itu, ia mendapat cukup uang untuk menghidupi dirinya, Tun, dan Ginuk.
Pekerjaan ini dijalani Sri dengan biasa-biasa saja, meskipun ia harus banyak
melakukan kontak fisik dengan laki-laki. Sikap bakti berperan di sini. Namun,
hatinya sempat goyah ketika suatu hari harus memijit seorang pelanggan pria
muda yang tampan dan gagah.
Sri
menghadapi masalah setelah Tun dipenjara. Saat itu Sri benar-benar mengalami
kesulitan ekonomi. Sawah dan rumah telah dikuasai BTI (Barisan Tani Indonesia,
gerakan yang dinaungi PKI), perhiasan habis untuk mengangsur utang, dan
persediaan uang semakin menipis. Apa yang harus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya di saat seperti seperti itu? Jawabannya terlihat dalam
kutipan berikut. Uang? Menipis dan menipis. Dalam satu-dua minggu pasti habis.
Lantas? Sri sumarah, sumarah. Seperti biasa dalam keadaan begitu dia akan ingat
embah dan suaminya.Sri kemudian bertekad untuk tirakat, tidur kekadar di luar,
malamnya. Reaksi Sri dalam menghadapi masalah itu adalah dengan sumarah. Ia
tidak menyerah begitu saja, melainkan ia mengambil langkah untuk bertirakat.
Caranya dengan tidur sekadarnya dan menunggu datangnya wisik. Wisik adalah
pitoedoeh (wewarah) atau gaib, artinya petunjuk gaib. Wisik itu diperoleh Sri
kemudian, dan ditafsirkannya sebagai petunjuk bahwa ia harus bekerja sebagai
tukang pijit demi melanjutnya hidupnya.
Bawuk,
putri bungsu keluarga Suryo, putri seorang 'onder,' priyayi Jawa. Sejak kecil
ia telah menumbuhkan sifat-sifat kerakyatan, berbeda denga keempat kakaknya.
Hal ini tampak dalam sikapnya yang menghargai para pembantunya. Hanya Bawuk
seorang yang memahami kepedihan ibunya, yang terpaksa melihat suaminya
tenggelam dalam pelukan ledek (penari), dalam suatu pesta di Kabupaten. Setelah
dewasa, Bawuk berkenalan dengan Hassan, seorang aktivis Partai Komunis.
Kemudian mereka menikah dan mempunyai seorang putri dan putra. Ketika peristiwa
G 30 S meletus, Hassan ikut terlibat dan terus dikejar tentara. Maka Bawuk
beserta kedua anaknya terpaksa pindah dari satu kota ke kota lain, untuk
mengikuti suaminya yang terpaksa terus melarikan diri dari kejaran tentara. Akhirnya,
bawuk mengambil keputusan. Ia datang ke kota tempat tinggal ibunya, untuk
menitipkan kedua anaknya. Tak mungkin ia membawa-bawa kedua anaknya dalam
pelarian itu. Anak-anaknya butuh kehidupan yang layak dan bersekolah dengan
tenang. Di rumah ibunya, Bawuk disambut oleh keempat kakak beserta ipar-iparnya
yang telah mapan: seorang brigjen, dosen di ITB, dirjen di salah satu
departemen, dan seorang dosen lagi di Gadjah Mada. Mereka terus membujuk Bawuk
agar tetap tinggal di kota itu. Namun Bawuk telah berketetapan hati untuk terus
mencari suaminya. Dengan tegar ia menjelaskan bahwa sebagai isteri, ia tetap
harus menemui suaminya. Hanya saja kedua anaknya dititipkan kepada ibunya.
Semua kakaknya sulit menerima keputusan itu. Hanya sang ibu yang dapat memenuhi
keputusan Bawuk. Cerita ditutup dengan suara sayup anak-anak Bawuk yang sedang
belajar mengaji. Bu Suryo membaca dalam surat kabar, bahwa G 30 S telah
ditumpas dan Hassan, menantunya ialah salah seorang yang diberitakan tertembak
mati. Tapi Bawuk tak ketahuan rimbanya.
c. Unsur
Intrinsik
1) Tema
Dalam
cerpen “Sri Sumarah dan Bawuk” bahwa tema yang dijadikan inspirasi oleh penulis
adalah mengangkat kehidupan tokoh
(keluarga) Jawa. Karya-karya itu dipandang banyak kritikus “mewakili” citra
manusia (wanita) Jawa. Disini penulis berusaha membandingkan berdasarkan hasil analisis dapat
disimpulkan bahwa tokoh utama wanita dalam cerpen Sri Sumarah dan Bawuk
memiliki persamaan dan perbedaan dalam hal perwatakan baik secara fisik,
psikis, maupun sosial.
2) Latar
Cerpen
ini mengisahkan kehidupan mayarakat Jawa pada zaman orde baru dalam masa
perkembangan sastra Indonesia. Pedesaan dijadikan tempat utama karena menurut
pengamatan penulis dimana
pedesaan tersebut merupakan setting dalam cerpen Sri Sumarah Dengan penggambaran Pedesaan yang memunculkan beberapa
konflik antar tokoh yang di dasari kebudayaan setempat. Dalam cerpen Sri Sumarah dan Bawuk Karya Umar Kayam
menampilkan seorang tokoh yang hidup di Pedesaan dan Perkoataan adalah setting kedua
setelah Pedesaan, Perkotaan menjadi pusat segala pusat dalam berbagai hal.
Banyak hal yang di alami Sri didesa akhirnya Sri pindah ketempat anaknya yaitu
Tun. Kehidupan dikota jelas sekali berbeda dengan didesa nilai-nilai kebudayan
jawa seperti (tata karama, bahasa jawa dan kebiasaan) sudah mulai luntur di
gantinya dengan kebudayan yang semakin modern.
3) Alur
Dilihat
dari cerita cerpen ini, “Sri Sumarah dan
Bawuk” termasuk alur maju artinya kejadian dan urutan ceritanya disusun secara
runtut dari awal sampai akhir.
4) Gaya
Penulisan
Cerpen
ini merupakan karya
Umar Kayam yang diterbitkan dalam satu buku berjudul Sri Sumarah dan Cerita
Pendek Lainnya oleh penerbit Pustaka Jaya tahun 1986. Dalam gaya penulisan
cerpen ini masih bersih dari dari istilah bahasa jawa, itu pun hanya sekedar
pemanis yang dapat membawa pembaca lebih mendalami isi cerita. Seperti dapat di
ambil contoh pada penulisan kata Wisik, Ledek, Nrima dan lain sebagainya.
Mungkin untuk penulis cerpen angkatan sekarang ( muda ) kata itu
di ganti dengan kata Petunjuk, Penari, Menerima dan lain sebagainya.
5) Sudut
Pandang
Sudut
pandang adalah cara atau pandangan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan
tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Dalam
cerpen Sri dan Bawuk susut pandang yang di gunakan adalah pandangan orang
pertama yaitu aku yang menjadi tokoh utama. Hal ini membuat para pembaca seolah
ikut mengalami dan merasakan kehidupan si aku.
6) Tokoh
dan Penokohan
-
Sri : Berusia hampir setengah abad; bersuara
merdu; gaya bicaranya halus dan sopan; serta suka berpakaian kebaya. Secara
psikis, Sri bersifat sumarah; amanat; jujur; memiliki tekad yang kuat; tidak
mudah putus asa; tegar; patuh; memiliki keahlian menyanyikan tembang Jawa dan
memijit. Secara sosial, Sri dari keluarga miskin; pendidikannya sampai tingkat
SKP; bersuamikan guru; memiliki seorang anak; dan bekerja sebagai tukang pijit.
-
Bawuk : Bawuk berusia 35 tahun; gaya bicaranya bebas,
banyak bicara, dan penuh humor; serta tidak lagi memakai kebaya. bersifat
ceria; bersemangat tinggi; penuh vitalitas dan optimisme; pandai berbicara
dengan kata-kata bijak; cerdas; disiplin dan mandiri; memiliki kecenderungan
‘bohemian’; dan tidak membeda-bedakan. Bawuk dari keluarga kaya; ia
berpendidikan europeesch; bersuamikan tokoh PKI; memiliki dua anak; dan ikut
organisasi Gerwani.
-
Mas
Marto : Suami Sri, Seorang Guru, baik
hati, Penyayang, bertanggung jawab.
-
Tun : Anak Sri, penyayang, penurut.
-
Yos : Menantu Sri.
-
Ginuk : Cucu Sri
-
Hassan : suami Bawuk, seorang aktivis partai komunis
(PKI).
-
Bu
Suryo : Ibu Hassan
7) Amanat
Banyaknya
makna tersirat dengan berbagai kompleksitasnya menempatkan cerpen Sri Sumarah
dan Bawuk tidak hanya kaya dengan makna-makna simbolik. Dapat dilihat dari
perjuangan dan kepasrahan Sri ketika ditinggal mati suaminya, Dia membesarkan
Tun seorang diri.
8) Pencitraan
d. Unsure
Ekstrinsik
1) Biografi
Pengarang
2) Nilai
-
Budaya
Nilai kebudayaan yang terdapat dalam cerpen Sri Sumarah dan Bawuk Karya Umar Kayam
adalah kebudayaan Jawa yang sangat melekat dalam tokoh utama yaitu Sri sebagai
asli orang Jawa menurut garamsci konsep kebudayaan serupa itu sungguh-sungguh
berbahaya, khususnya bagi kaum Proletariat (kelas bawah). Kebudayaan jawa
lainnya adalah ketika Yos bermain teater mereka sengaja memainkan karakter
kerajan-kerajaan pepunden yang harus kita hormati dijawa misalnya, ketoprak,
tembang jawa(yen ing tawang ana lintang), rengeng-rengeng. Di cerpen Sri Sumarah dan Bawuk Karya Umar Kayam kebudayan Jawa mempresentasikan bagaimana
kebudayaan Jawa mengikat seorang perempuan yaitu tokoh utama Sri Sumarah
-
Sosial
Secara sosial, Sri dari keluarga
miskin; pendidikannya sampai tingkat SKP; bersuamikan guru; memiliki seorang
anak; dan bekerja sebagai tukang pijit. Sedangkan Bawuk dari keluarga kaya; ia
berpendidikan europeesch; bersuamikan tokoh PKI; memiliki dua anak; dan ikut
organisasi Gerwani.
-
Agama
Kepercayaan populer yang terdapat
dalam cerpen Sri Sumarah dan Bawuk
Karya Umar Kayam yaitu :
Sri diwajibkan minum jamu galian
secara teratur agar badanya tetap singset dan sintal. Sri berpuasa sepasar lima hari: Berpuasa selama lima hari
merupakan mitos orang jawa yang di percayai jika berpuasa lima hari maka ketika
Sri mengadakan hajatan atau kerja mantu akan berhasil dan sukses karena Sri
sebagai orang jawa yang percaya dengan adanya mitos tersebut Sri melakukan
puasa pasar yang bertujuan menyukseskan acara hajatan
ANALISIS CERPEN SRI SUMARAH DAN
BAWUK
Cerpen yang berjudul “Sri Sumarah dan Bawuk”
merupakan tema yang di
angkat
dari kehidupan tokoh (keluarga) Jawa.
Karya-karya itu dipandang banyak kritikus “mewakili” citra manusia (wanita)
Jawa. Cerita tersebut membandingkan hasil analisis yang dapat disimpulkan bahwa tokoh utama
wanita dalam cerpen Sri Sumarah dan Bawuk memiliki persamaan dan perbedaan
dalam hal perwatakan baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Pemilihan nama
tokoh dalam cerita ini pun memperlihatkan unsur jawa yang sangat kental. Nama Sri misalnya, dalam masyarakat jawa tentu tidak
asing lagi tentunya biasa kita dengar bahkan dalam lagu campur sari pun ada
penyebutan nama “Sri”. Nama Bawuk sendiri merupakan sebuah panggilan
akrab bagi seorang anak perempuan disuatu daerah tertentu di Jawa.
Cerpen
ini mengisahkan kehidupan mayarakat Jawa pada zaman orde baru dalam masa perkembangan
sastra Indonesia. Setting dalam cerpen Sri Sumarah dan
Bawuk Karya
Umar Kayam,
menampilkan seorang tokoh yang hidup di Pedesaan dan Perkoataan. Kisah Sri
Sumarah ini menceritakan sebuah perjuangan seorang janda yang harus menghidupi
keluarganya dengan kesederhanaan.
Dilihat
dari cerita cerpen ini, “Sri Sumarah dan
Bawuk” termasuk alur maju artinya kejadian dan urutan ceritanya disusun secara
runtut dari awal sampai akhir. Cerpen
ini diterbitkan
dalam satu buku berjudul Sri Sumarah dan Cerita Pendek Lainnya oleh penerbit
Pustaka Jaya tahun 1986. Dalam gaya penulisan cerpen masih bersih dari istilah
bahasa jawa, itu pun hanya sekedar pemanis yang dapat membawa pembaca lebih
mendalami isi cerita. Seperti dapat di ambil contoh pada penulisan kata Wisik,
Ledek, Nrima dan lain sebagainya. Mungkin untuk cerpen
angkatan sekarang ( muda ) kata itu di ganti dengan kata Petunjuk, Penari,
Menerima dan lain sebagainya. Dalam menyajikan tokoh,
tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita Sri dan Bawuk sudut pandang yang di gunakan adalah
pandangan orang pertama yaitu aku yang menjadi tokoh utama. Hal ini membuat
para pembaca seolah ikut mengalami dan merasakan kehidupan si aku.
Tokoh Sri digambarkan
dalam usia hampir setengah abad, bersuara merdu, gaya bicaranya halus dan sopan, serta suka berpakaian kebaya. Secara
psikis, Sri bersifat sumarah, amanat, jujur, memiliki tekad yang kuat, tidak mudah putus asa, tegar, patuh, memiliki keahlian menyanyikan
tembang Jawa dan memijit. Secara sosial, Sri dari keluarga miskin, pendidikannya sampai tingkat rendah bersuamikan guru, memiliki seorang anak, dan bekerja sebagai tukang pijit.
Bawuk berusia 35 tahun, gaya
bicaranya bebas, banyak bicara, dan penuh humor, serta tidak lagi memakai kebaya. bersifat
ceria, bersemangat tinggi, penuh vitalitas dan optimism, pandai berbicara dengan kata-kata
bijak, cerdas, disiplin dan mandiri, memiliki kecenderungan ‘bohemian’ dan tidak membeda-bedakan. Bawuk
dari keluarga kaya ia berpendidikan europeesch, bersuamikan tokoh PKI memiliki dua anak dan ikut organisasi Gerwani.
Tokoh lainnya
ada Mas Marto Suami Sri, Seorang Guru,
baik hati, Penyayang, dan bertanggung
jawab. Tun Anak Sri, penyayang, penurut.Yos Menantu Sri. Ginuk Cucu Sri dan Hassan suami Bawuk, seorang aktivis
partai komunis (PKI).
Banyak makna tersirat dengan berbagai kompleksitasnya
menempatkan cerpen Sri Sumarah dan Bawuk tidak hanya kaya dengan makna-makna
simbolik. Dapat dilihat dari perjuangan dan kepasrahan Sri ketika ditinggal
mati suaminya, Dia membesarkan Tun seorang diri.
Nilai budaya dalam cerpen Sri Sumarah dan Bawuk adalah kebudayaan
Jawa yang sangat melekat dalam tokoh utama yaitu Sri sebagai asli orang Jawa
menurut garamsci konsep kebudayaan serupa itu sungguh-sungguh berbahaya,
khususnya bagi kaum Proletariat (kelas bawah). Kebudayaan jawa lainnya adalah
ketika Yos bermain teater mereka sengaja memainkan karakter kerajan-kerajaan
pepunden yang harus kita hormati dijawa misalnya, ketoprak, tembang jawa(yen
ing tawang ana lintang), rengeng-rengeng.
Secara sosial, Sri dari keluarga
miskin, pendidikannya sampai tingkat SKP, bersuamikan guru, memiliki seorang anak, dan bekerja sebagai tukang pijit.
Sedangkan Bawuk dari keluarga kaya, ia berpendidikan europeesch, bersuamikan tokoh PKI, memiliki dua anak, dan ikut organisasi Gerwani.
Itu aspek kebahasaan ya?
Sri selalu minum jamu galian secara teratur
agar badanya tetap singset dan sintal. Selain itu juga
Sri berpuasa sepasar lima hari. Puasa selama lima hari merupakan mitos
orang jawa kuno. Konon jika berpuasa lima hari ketika mengadakan hajatan atau kerja
mantu akan,
berhasil dan sukses. Sebagai
orang jawa yang percaya dengan adanya mitos tersebut, Sri melakukan puasa pasar yang
bertujuan menyukseskan acara hajatan.
Dari cerpen “Sri
Sumarah dan Bawuk”, dapat
terlihat jelas bahwa kisah ini mengisahkan dua wanita yang sangat berbakti pada
suaminya dan tegar terhadap kejadian-kejadian atau musibah yang mendera
kehidupan mereka. Hal itu dijelaskan bahwa, “walaupun ditinggal mati suaminya,
Sri masih tetap setia dan memilih hidup menjanda dan menggantikan kepala
keluarga hingga akhir cerita.”. Sedangkan Bawuk, memilih mengikuti kemanapun
suaminya pergi walaupun keluarganya meminta ia untuk tetap tinggal.
Cerpen ini sangat baik untuk kita baca, untuk menambah
wawasan kita dibidang sastra. Banyak pesan yang dapat kita peroleh dari cerpen
ini. Diantaranya, keteguhan dalam menjalani hidup, serta nilai-nilai moral dan
tradisi kebudayaan yang kental diperlihatkan secara jelas. Namun dalam cerita
ini tidak disampaikan bagaimana akhir hidup dari Sri dan Bawuk. Apakah Sri
akhirnya jatuh cinta dengan laki-laki tampan yang ia pijat dan akhirnya menikah?
Dan apakah Bawuk juga ikut meninggal dalam tragedi penumpasan G 30 SPKI?
No comments:
Post a Comment