Batik
merupakan komoditi utama masyarakat Pekalongan. Mulai dari yang proses
pengerjaan tradisionan maupun modern. Kepopuleran batik di era sekarang
berdampak pada melonjaknya tingkat produktivitas batik. Tak heran bila hampir
di setiap desa atau kelurahan di Pekalongan bekerja sebagai pengusaha batik.
Namun siapa
sangka, di balik usaha yang menghasilkan banyak rupiah ini menyisahkan limbah
yang banyak pula. Di tambah dengan pembuangan limbah yang terkesan sembarangan.
Akibatnya pencemaran lingkunganpun meningkat, terutama pada air dan tanah. Hal
itu mengakibatkan kelangkaan air bersih di beberapa daerah yang ada di
Pekalongan.
Warga di
Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara mengalami krisis air bersih karna
air sumur mereka berubah warna. “Airnya berasa asin dan warnanya berubah-ubah.
Kadang coklat, kadang merah. Saat ini kami memperoleh air bersih dari sumur
program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di
kelurahan kami.” tutur Abdullah, salah seorang warga Kelurahan Pabean.
Diduga,
berubahnya warna air sumur karena tercemar limbah batik dan air rob yang terus
membanjiri kawasan tersebut. “Sejak air sumur
tercemar limbah, saya tidak berani lagi menggunakan air sumur untuk
mandi. Apalagi untuk dikonsumsi sehari-hari.” terangnya, Kamis.
Setelah sumur
warga tidak bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga
Kelurahan Pabean sepenuhnya bergantung pada air Pamsimas dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Setiap sore, warga antre di sejumlah titik lokasi kran
air Pamsimas untuk mendapatkan air bersih.
Bukan hanya
kelurahan Pabean saja yang terkena dampak limbah batik di wilayah Pekalongan. Berdasarkan
pengujian yang dilakukan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Pekalongan di sumur
warga di Kelurahan Pringlangu pada Maret lalu, menunjukkan kandungan beberapa
zat melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum. Di antaranya kadmium.
Dari hasil
analisa, kandungan kadmium air sumur tersebut 0,007 miligram per liter. Sedangkan
kadar maksimum yang diperbolehkan 0,03 miligram per liter. Sementara dari
parameter fisik, warna air keruh kekuningan, berbau dan berasa. Temperatur
mencapai 27,6 derajat celsius. Sedangkan temperatur yang diperbolehkan kurang
lebih 3 derajat celsius.
Hasil
pemeriksaan sampel air sumur warga di Kelurahan Pasirsari yang dilakukan KLH
Kota Pekalongan pada tahun 2011 menunjukkan kandungan beberapa zat juga
melebihi baku mutu yang disyaratkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Di antaranya
tembaga (cu), mangan (Mn) dan amonia (NH3N).
Pada sampel
pertama, kandungan tembaga 0,20 miligram per liter, dan sampel kedua mencapai
2,49 miligram per liter melebihi standar baku mutu tembaga yang hanya 0,02
miligram per liter. Untuk mangan, pada sampel pertama 1,54 miligram per liter,
dan sampel kedua 1,65 miligram per liter. Kandungan mangan dua sampel tersebut
melebihi baku mutu yang ditetapkan, yakni
0,1 miligram per liter. Kandungan amonia pada sampel pertama 0,83
miligram per liter, dan pada sampel kedua 0,63 miligram per liter. Sementara
baku mutu amonia 0,5 miligram per liter.
Berdasarkan data
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pekalongan, dari target
cakupan penduduk yang mengakses air bersih sebanyak 290.347 jiwa pada tahun
ini, hingga Maret 2014 terealisasi 65,96 persen. Berdasar data tersebut berarti,
penduduk yang sudah mengakses air minum yang layak konsumsi baru tercatat
191.522 jiwa. Sehingga masih ada 98.825 jiwa belum mengakses air minum layak
dan berkelanjutan. Menurut Kepala Bappeda Kota Pekalongan Sri Ruminingsih,
kebutuhan air bersih itu terpenuhi dari PDAM dan Pamsimas. Sementara sebagian
warga memenuhi kebutuhan air bersih dari sumur gali.(Red:Suara merdeka)
KLH mencatat ada
189 unit usaha yang air limbahnya dibuang ke Sungai Asam Binatur. Di antaranya
industri printing, sablon, batik dan pencelupan produk ATBM di Kelurahan
Jenggot dan Kelurahan Kradenan, Kecamatan Pekalongan Selatan serta Kelurahan
Medono, Kecamatan Pekalongan Barat. Total volume limbah cair yang dibuang ke
Sungai Asam Binatur sebesar 879,5 meter kubik perhari
Hasil pemantauan
air Sungai Asam Binatur oleh KLH Kota Pekalongan pada 5 Mei 2014, menunjukkan
kandungan beberapa zat melebihi baku mutu yang disyaratkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001. Di antaranya biological oxygen demand (BOD), chemical
oxygen demand (COD) dan khlorin.
Berdasarkan
hasil analisa, kandungan BOD mencapai 19 miligram per liter, sementara baku
mutu 2 miligram per liter. Sedangkan kandungan COD mencapai 59,51 miligram per
liter, sementara baku mutu COD 10 miligram per liter. Kandungan khlorin
mencapai 0,50 miligram per liter, sedangkan baku mutu 0,03 miligram per liter.
Sementara itu, dari pengamatan di Sungai Asam Binatur tampak secara fisik air
berwarna kehitaman, berbusa dan berbau menyengat.
Sungai Asam
Binatur hanyalah satu dari lima daerah aliran sungai (DAS) yang mengalir di
Kota Pekalongan yang paling banyak menerima limbah, baik dari industri maupun
domestik. Empat DAS lainnya adalah Sungai Bremi, Sungai Banger, Sungai
Pekalongan dan Sungai Meduri. Dari data hasil pengujian kualitas air tahun 2010
KLH Kota Pekalongan di lima DAS menunjukkan, parameter kualitas air sungai
melebihi baku mutu, terutama BOD dan COD.
Dari dampak
tersebut harusnya para pengusaha harus lebih peka pada lingkungan sekitarnya. “seharusnya
pengusaha harus lebih jelih dalam proses pengolahan limbah. Jangan asal buang
gitu saja, dampaknya itu kepada kami yang ada di sekitar sungai. Baunya kemana-mana
dan warna air sungai hitam, bahkan air sumur tidak lagi dapat dimanfaatkan
dan menjadikan tidak nyaman.” Tandas Nur
rohman warga Podosugih.
Pemerintah perlu
turut serta dalam proses penyadaran para pengusaha untuk membuat IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) sebelum
di buang langsung ke sungai. Setidaknya dengan adanya IPAL dapat mengurangi dampak
dari pencemaran air sungai dan tanah. Agar kelestarian alam dapat terjaga.