Lupis merupakan jajanan tradisional yang masih
bertahan di era modern ini. jajanan ini masih banyak di temukan di pasar-pasar
tradisional. Tak ubahnya lupis yang ada di Kota Santri (Pekalongan). Hampir
tiap tahun, ada tradisi syawalan yang menyuguhkan jajanan lupis raksasa. Namun
siapa sangka, jajanan yang berbahan dasar ketan ini memiliki nilai filosofi
yang sangat tinggi akan makna religius.
Tradisi munculnya lupis Pekalongan ini sudah sejak
abad 130an tepatnya di kelurahan Krapyak. Awalnya jajanan ini hanya di gunakan
sebagai suguhan kepada tamu yang datang di hari lebaran. Karena sebagai simbol
pengikat rasa kekeluargaan antar sesama muslim. Namun sebelum syawalan (lebaran
hari ke-8), masyarakat Pekalongan melaksanakan puasa sunah 6 hari hal itu
mengacu pada Sabna Nabi Muhammad SAW. Dari Abu Ayyub radhiyallahu anhu:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal,
maka itulah puasa seumur hidup’.” [Riwayat Muslim 1984, Ahmad 5/417, Abu Dawud
2433, At-Tirmidzi 1164]
Hal itu sebagai rasa syukur kepada Allah, dan
melaksanakan sunah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Adapun rasa syukur
tersebut diwujudkan dalam bentuk jajanan berbentuk lupis. Karena filosofi lupis
sendiri sangat religius baik dari segi pemakaian bahan maupun dalam proses
pembuatannya.
“Ketan sebagai bahan dasar lupis memiliki makna
persatuan (kraket=erat), karena ketan yang sudah direbus memiliki daya rekat
yang kuat di banding nasi. Bahwa kita sebagai sesama muslim harus memiliki rasa
saling peduli dan saling mengingatkan satu samalain. Beras ketan yang putih,
bersih memiliki makna kesucian (kembali fitri) dalam nuansa lebaran.
Bungkus lupis diambilkan dari daun pisang, yang
memiliki arti perlambang Islam dan kemakmuran. Bahwa islam selalu menumbuhkan
kebaikan dan menjaga karuniah Tuhan. Daun pisang yang di gunakanpun tidak boleh
terlalu tua ataupun terlalu muda, karena akan berpengaruh pada cita rasa lupis
tersebut.
Selain itu ikatan/ tali pembungkus menggunakan serat
pelapah pisang, melambangkan kekuatan. Bahwa sesuatu yang sudah dicapai
(kembali fitri), harus di jaga agar tidak luntur ataupun berkurang. Akan lebih
baik jika semakin bertambah atau ditingkatkan. Pengikat ini juga bisa berarti
sebagai pengikat kita untuk menjalin silaturahmi antar muslim (Hamlum
minannas).
Dalam proses pembuatannya, lupis ini harus dikukus
kurang lebih 24-30 jam. Agar lupis benar-benar masak. Lupis yang di kukus
kurang dari 24 jam akan lebih cepat basi dan kurang matang. Proses pengukusan
yang lama ini mengajari kita tentang arti kesabaran. Tak ubahnya ketika kita
berpuasa harus menahan lapar dan dahaga.” Tutur KH. Abdul Ahmad krapyak lor.
Adapun seriiring perkembangan zaman, tradisi jajanan lupis
ini berkembang dan sudah dikenal banyak orang di wilayah Pekalongan. Tetapi
lebih dikenal dengan istilah syawalan lopis raksasa di Krapyak (disebut juga lopisan
atau krapyakan). Karena dalam acara tahunan ini menyuguhkan lupis porsi
besar. Tak seperti di era dulu, hanya berukuran 5 cm dengan diameter 2,5 cm.
Bahkan dalam pelaksanaannyapun sudah banyak perubahan.
Seperti halnya puasa 6 hari setelah lebaran, saat ini hanya beberapa keluarga
saja yang masih melaksanakannya. Proses pembuatan yang biasanya tiap rumah
masing-masing, kini di koordinir dan di bentuk kepanitiaan bersama. Selain itu,
tradisi jajan yang biasanya hanya di peruntungkan untuk tamu (saudara, kerabat
dan keluarga) kini di bebaskan. Sebab panitia pelaksanakan membuka “Open Hous”
bagi pengunjung. Apa lagi dengan ukuran produksi super jumbo yang mempunyai
ukuran diameter 150 cm, berat 185 kg dan tinggi 110 cm menambah proses
pembuatan kurang lebih 4 sampai 5 hari agar benar-benar masak.
Perkembangan budaya tersebutpun menjadikan lupis Krapyak
terkenal dan dijadikan sebagai tradisi syawalan orang Pekalongan yang di akui
oleh pemerintah Kota. Terlepas dari itu, ternyata tradisi tersebut memunculkan
mitos yang luar biasa perkembangannya. “Bahwa daun bekas bungkus lupis tersebut
memiliki khasiat keberkahan baik untuk jodoh ataupun menambah rejeki. Tetapi
itu tidak benar, karena itu hanya meng ada-ada. Keberkahan itu ya diberikan
oleh Allah SWT. Bukan dari daun atau yang lainnya.” Tutur KH. Abdul Ahmad.
Memang perlu diluruskan kembali dengan adanya mitos
tersebut. Bahwa sebenarnya lupis itu muncul karna sebagai budaya islamiah dan
di peruntungkan untuk menguatkan keislaman masyarakat Krapyak.
No comments:
Post a Comment