Thursday, March 19, 2015

Analisis Cerpen “SRI SUMARAH DAN BAWUK” karya Umar Kayam



SRI SUMARAH DAN BAWUK”

Nuansa Jawa yang kental terlihat di cerpen yang menceritakan makna nama yang tersandang oleh tokoh Sri Sumarah. Cerpen ini cukup panjang hingga dapat juga disebut novelet. Nama tokoh ini berarti Sri yang menyerah, terserah, atau pasrah. Sikap ini diajarkan oleh neneknya dan ingin diajarkannya pada anaknya pula. Sikap sumarah diterjemahkan Sri sebagai kepasrahan ketika dijodohkan neneknya dengan Mas Marto, suaminya. Juga ketika ditinggal mati suaminya, ketika harus berjuang membesarkan Tun anaknya dan mendapatinya hamil di luar nikah, dan juga ketika menghadapi kematian Yos menantunya yang dibunuh dan Tun ditahan di penjara sebab terlibat gerakan PKI.
Nama tokoh Sri Sumarah menjadi simbol yang menyatakan gambaran sikap orang Jawa pada umumnya dalam menanggapi kehidupan. Memang menjadi masalah bagi ilmu sosial yang selalu mengambil kesimpulan berdasarkan data yang tersedia. Namun, dalam sastra dimungkinkan bagi kita untuk mengambil kesimpulan secara generalisasi. Jadi, pertanyaan tentang apakah tokoh Sri Sumarah dapat dijadikan sampel yang cukup untuk melukiskan sikap-sikap orang Jawa tradisional bisa dijawab dengan kata ‘ya’. Ignas Kleden mengatakan hal ini disebabkan oleh hubungan antara peristiwa dan makna dalam sastra tidak bersifat fungsional, melainkan hubungan simbolik. Dalam hal ini, Sri menjadi simbol yang dapat menyatakan hal yang lainnya secara umum. Sri dapat mewakili orang Jawa keseluruhan.
Sri memegang betul sikap sumarah, sebuah sikap pasrah, menyerah, atau menerima keadaan yang datang dalam hidupnya. Makna sikap yang menjadi bagian budaya Jawa ini diungkapkan Umar Kayam dalam kutipan berikut.
Sri Sumarah yang artinya Sri yang “menyerah” atau yang “terserah” menyerah saja waktu neneknya menyatakan kepadanya bahwa saatnya sudah tiba untuk menyiapkan diri naik ke jenjang perkawinan. (hlm.8)
“Bukannya kebetulan nduk, namamu Sri Sumarah. Dari nama itu kau diharap berlaku dan bersikap sumarah, pasrah, menyerah. Lho, ini tidak berarti lantas kau diaaaam saja, nduk. Menyerah di sini berarti mengerti dan terbuka tetapi tidak menolak. Mengerti nduk?” (hlm.10)
Pengarang  membeberkan arti sumarah dengan gamblang. Selaras dengan arti yang dikemukakan oleh pengarang, menurut Baoesastra Djawa, sumarah berasal dari kata soemarah yang artinya pasrah, manoet mitoeroet. Jadi selain pasrah, sumarah dapat pula berarti ‘menurut’. Sikap ini mengajarkan agar manusia pasrah atau menuruti takdir yang telah digariskan Tuhan. Peristiwa atau ujian apa pun yang datang dihadapi dengan penerimaan hati yang ikhlas. Penerimaan itu didasari oleh pengertian dan keterbukaan. Pengertian berarti memahami maksud terjadinya segala peristiwa yang dialami, sedangkan keterbukaan berarti tidak menutup diri atau apatis terhadap peristiwa itu.
Sikap sumarah dapat pula diartikan sebagai sikap nrima. Nrima atau narima artinya merasa puas dengan nasib, tidak memberontak, serta menerima dengan rasa terima kasih. Sikap nrima menekankan pada segala sesuatu yang datang dalam hidup seseorang, baik yang datang dari Tuhan atau dari sesama manusia. Sikap ini terlihat saat Sri pasrah menghadapi kematian suaminya, sesuatu yang telah digariskan Tuhan. Ia tentu bersedih, namun tidak memberontak atau mempertanyakan Tuhan mengapa suaminya mesti meninggalkan dirinya. Juga saat Sri dijodohkan neneknya, ia sumarah atas nasib yang ditimpakan oleh manusia lain kepadanya. Sikap nrima ini memang tidak akan membuat seseorang terbebas dari hal-hal yang akan dialaminya nanti. Namun, nrima dapat menjadi perisai yang menguatkan hati dalam menjalani kenyatan dalam hidup.
Nrima kadang-kadang diartikan orang sebagai kepasrahan segala-galanya. Seseorang yang nrima dianggap menelan mentah-mentah takdirnya dan tidak berusaha membuat hidupnya lebih baik. Ini adalah pendapat yang keliru. Nrima berarti bahwa orang yang dalam keadaan kecewa dan dalam keadaan kesulitan pun bereaksi dengan rasional, dengan tidak ambruk, dan juga tidak menentang secara percuma. jadi bukan berarti bahwa dengan bersikap nrima atau sumarah, seseorang menjadi pasrah total, pasrah yang tidak berekasi saat menerima sesuatu hal yang membuat hidupnya sengsara.

No comments:

Post a Comment

JOGO TONGGO (GOTONG ROYONG SAK LAWASE)

Pada kesempatan kali ini kita akan sedikit membahas program Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam menangani Covid-19, yaitu p...